Matahari enggan menampakkan sinarnya,
hanya semburat kekuningan kuningan di ufuk timur ketika aku sampai di tempat itu. Hawa
pagi ini dingin menusuk sampai ke dalam tulang, kurapatkan jaket sambil terus
berjalan menyusuri jalan setapak di tengah hutan, menuju suatu tempat dimana
aku pernah melewati hari-hari yang sangat indah bersamamu. Rumah kayu. Aku
berharap bisa menemukanmu disana.
Gemericik air sayup sayup mulai
terdengar, pertanda semakin dekat aku dengan rumah kayu. jantungku berdegup
semakin kencang, cemas, ragu, bahagia, khawatir, campur aduk menjadi satu.
Akankah aku nanti bertemu denganmu di sana?? Satu belokan di depan, lalu
nampaklah olehku pohon sawo kecik yang meneduhi halaman depan rumah kayu, sepi,
seperti biasanya. Aku terus melangkah. Berharap keajaiban, dirimu adaa disana.
Sejenak, sampailah aku disamping
rumah, aku berhenti, kuamati pohon sawo kecik yang kau tanam mulai berbuah,
sebagian jatuh ke tanah tak ada yang memunguti. semak belukar dan rumput liar
mulai tumbuh di mana-mana, pertanda kau pun tak pernah lagi singgah kesini.
Rumah ini menyimpan sejuta cerita, ketika masih ada asa akan kita. Rumah ini
menyimpan sejuta sukacita, ketika kita melewati hari-hari begitu bahagia, membagi
tawa dan keceriaan. Namun akhirnya dirumah ini jugalah kita harus mengakhiri
semuanya, melangkah keluar
meninggalkan semua harap dan cinta, pergi mengambil
jalan masing masing membawa sejuta gundah gulana. Aku berdiri, melangkah menuju
beranda depan, meja, asbak dan puntung rokokmu diatasnya masih dalam posisi
sama seperti waktu kami memutuskan pergi dahulu, masih sama. Berarti kau tak
pernah lagi menengok rumah ini. Aku menemukan keajaiban itu tak ada, dirimu tak
ada disini.
Kubuka pintu, kuhamparkan pandangan
kedalam, kosong, tiba-tiba rasa sepi menyergapku, hampa yang begitu dalam. Aku
tak tahu lagi rasa apa yang aku rasakan. Tubuhku lunglai, aku terduduk di
lantai kayu di sudut ruang depan. Aku ingin berteriak, memanggil namamu, namun
suaraku tak mampu lagi mengeja namamu, aku menangis, menangis sejadinya tanpa
kau pernah tahu.
0 komentar:
Posting Komentar